Latest News

Featured
Featured

Gallery

Technology

Blogger news

Games

Recent Posts

Thursday, 23 April 2015

Rumi dan Botol Minumannya

Suatu malam, Maulana Jalaluddin Rumi mengundang Syams Tabrizi ke rumahnya. Sang Mursyid Syamsuddin pun menerima undangan itu dan datang ke kediaman Maulana. Setelah semua hidangan makan malam siap, Syams berkata pada Rumi;

�Apakah kau bisa menyediakan minuman untukku?�. (yang dimaksud : arak / khamr)

Maulana kaget mendengarnya, �memangnya anda juga minum?�. 
�Iya�, jawab Syams. 

Maulana masih terkejut,�maaf, saya tidak mengetahui hal ini�.

�Sekarang kau sudah tahu. Maka sediakanlah�.

�Di waktu malam seperti ini, dari mana aku bisa mendapatkan arak?�.

�Perintahkan salah satu pembantumu untuk membelinya�.

�Kehormatanku di hadapan para pembantuku akan hilang�.

�Kalau begitu, kau sendiri pergilah keluar untuk membeli minuman�.

�Seluruh kota mengenalku. Bagaimana bisa aku keluar membeli minuman?�.

�Kalau kau memang muridku, kau harus menyediakan apa yang aku inginkan. Tanpa minum, malam ini aku tidak akan makan, tidak akan berbincang, dan tidak bisa tidur�.

Karena kecintaan pada Syams, akhirnya Maulana memakai jubahnya, menyembunyikan botol di balik jubah itu dan berjalan ke arah pemukiman kaum Nasrani.

Sampai sebelum ia masuk ke pemukiman tersebut, tidak ada yang berpikir macam-macam terhadapnya, namun begitu ia masuk ke pemukiman kaum Nasrani, beberapa orang terkejut dan akhirnya menguntitnya dari belakang.

Mereka melihat Rumi masuk ke sebuah kedai arak. Ia terlihat mengisikan botol minuman kemudian ia sembunyikan lagi di balik jubah lalu keluar.

Setelah itu ia diikuti terus oleh orang-orang yang jumlahnya bertambah banyak. Hingga sampailah Maulana di depan masjid tempat ia menjadi imam bagi masyarakat kota.

Tiba-tiba salah seorang yang mengikutinya tadi berteriak; �Ya ayyuhan naas, Syeikh Jalaluddin yang setiap hari jadi imam shalat kalian baru saja pergi ke perkampungan Nasrani dan membeli minuman!!!�.

Orang itu berkata begitu sambil menyingkap jubah Maulana. Khalayak melihat botol yang dipegang Maulana. �Orang yang mengaku ahli zuhud dan kalian menjadi pengikutnya ini membeli arak dan akan dibawa pulang!!!�, orang itu menambahi siarannya.

Orang-orang bergantian meludahi muka Maulana dan memukulinya hingga serban yang ada di kepalanya lengser ke leher.

Melihat Rumi yang hanya diam saja tanpa melakukan pembelaan, orang-orang semakin yakin bahwa selama ini mereka ditipu oleh kebohongan Rumi tentang zuhud dan takwa yang diajarkannya. Mereka tidak kasihan lagi untuk terus menghajar Rumi hingga ada juga yang berniat membunuhnya.

Tiba-tiba terdengarlah suara Syams Tabrizi; �Wahai orang-orang tak tahu malu. Kalian telah menuduh seorang alim dan faqih dengan tuduhan minum khamr, ketahuilah bahwa yang ada di botol itu adalah cuka untuk bahan masakan. Seseorang dari mereka masih mengelak;

�Ini bukan cuka, ini arak�. Syams mengambil botol dan membuka tutupnya. Dia meneteskan isi botol di tangan orang-orang agar menciumnya. Mereka terkejut karena yang ada di botol itu memang cuka. Mereka memukuli kepala mereka sendiri dan bersimpuh di kaki Maulana. Mereka berdesakan untuk meminta maaf dan menciumi tangan Maulana hingga pelan-pelan mereka pergi satu demi satu.

Rumi berkata pada Syams, �Malam ini kau membuatku terjerumus dalam masalah besar sampai aku harus menodai kehormatan dan nama baikku sendiri. Apa maksud semua ini?�.

�Agar kau mengerti bahwa wibawa yang kau banggakan ini hanya khayalan semata. Kau pikir penghormatan orang-orang awam seperti mereka ini sesuatu yang abadi? Padahal kau lihat sendiri, hanya karena dugaan satu botol minuman saja semua penghormatan itu sirna dan mereka jadi meludahimu, memukuli kepalamu dan hampir saja membunuhmu. Inilah kebanggaan yang selama ini kau perjuangkan dan akhirnya lenyap dalam sesaat.

Maka bersandarlah pada yang tidak tergoyahkan oleh waktu dan tidak terpatahkan oleh perubahan zaman.

(*Dari kumpulan kisah Maulana Jalaluddin Rumi)

Friday, 13 March 2015

Pejabat Moderat

Kisah ini ditulis oleh Ustadz Hepi Andi Bastoni, dan dimuat di Majalah Sabiliku Bangkit, edisi perdana (Juni 2014). Kisah tentang bagaimana selayaknya pemimpin meletakkan gemerlap dunia di tangannya.




Abu Ubaidah bin al-Jarrah sedang berada di sebuah wilayah daerah Antokia bersama pasukan perangnya. Sahabat kepercayaan Rasulullah saw ini bersyukur karena tempat itu begitu nyaman dan menyenangkan bagi pasukannya untuk beristirahat. Selain udaranya yang sejuk, tempat itu pun ditumbuhi pepohonan rindang. Suasana itu membuat pasukannya betah berlama-lama beristirahat di tempat tersebut. Sebagian mereka merebahkan tubuhnya, menikmati semilir angin yang berhembus.

Melihat kondisi itu, Abu Ubaidah bin al-Jarrah tiba-tiba merasa gelisah. Sesuai rencana ia memang ditempatkan di daerah subur itu oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Di satu sisi ia bersyukur dengan kondisi alamnya yang demikian nyaman. Namun di sisi lain, ia tak mau terlena. Ia takut tergelincir dalam kemewahan hidup dan melalaikannya dari perjuangan. Abu Ubaidah bermaksud menebangi pohon-pohon di daerah itu. Sepucuk surat ia layangkan ke Khalifah Umar bin Khaththab di Madinah.

Surat itu pun segera dibalas oleh Umar seraya berkata, �Allah tidak mengharamkan semua yang baik bagi orang-orang yang bertakwa dan berbuat kebajikan. Bacalah surah al-Mukminun ayat 51 yang berbunyi, �Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.�

Umar lalu melanjutkan nasihatnya, �Seharusnya Anda memberikan kesempatan kepada pasukan untuk beristirahat di daerah yang sejuk serta memberi makan yang cukup agar mereka terbebas dari kecapekan karena memerangi kaum kafir.�

Kisah yang disajikan ulang oleh Abbas Mahmud al-Aqqad dalam Abqariyatu Umar-nya ini menampakkan sisi lain dari kezuhudan Umar bin Khaththab. Kalau dalam banyak riwayat kita menjumpai anjuran Umar agar kaum Muslimin hidup sederhana dan �menghindari� kehidupan mewah, maka pada kisah ini kita menemukan sisi berbeda. Umar memerintahkan agar Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan pasukannya menikmati keindahan alam Antokia yang begitu menyenangkan.

Ini tentu saja bukan sikap tidak konsisten Umar. Pada kisah ini, Umar tidak berbuat untuk dirinya tapi buat orang lain. Lagi pula, apa yang dianjurkan Umar merupakan hal yang amat wajar dan dibenarkan syariat. Adapun terhadap hal yang menyimpang, Umar sangat tegas.

Pada kesempatan lain, sebagian kaum Muslimin banyak yang melaksanakan shalat di bawah Pohon Ridhwan. Yaitu, tempat dimana Rasulullah saw dan para sahabatnya melaksanakan Baitur Ridhwan. Melihat hal itu, Umar segera memerintahkan untuk menebang pohon tersebut meski sebagian sahabat Nabi saw lainnya tidak setuju. Umar sangat khawatir, kalau hal itu dibiarkan bisa membawa perilaku syirik.

Ini fragmen kisah yang berbeda. Umar benar-benar mengetahui perbedaan keduanya dan bagaimana mengatasinya. Sikap ini penting diteladani khususnya oleh para pejabat. Mereka harus bisa membedakan, mana yang halal dan haram. Mana zuhud dan mana miskin.
Umar amat membenci kemiskinan tapi pada saat yang sama dia begitu zuhud. Pada saat bersamaan, ia juga mempersilakan orang lain untuk menikmati kesenangan sewajarnya.

Terdapat perbedaan yang jauh antara sikap hidup zuhud dengan miskin. Allah dan Rasul-Nya amat membenci hidup miskin, tapi menganjurkan hidup zuhud. Orang-orang yang hidup zuhud adalah mereka yang secara wajar mampu menikmati kemewahan, tapi ia menghindar. Ia tidak mau mengambil kenikmatan itu dan hanya menikmati yang sedikit saja. Sekadarnya. Tidak berlebihan.

Sedangkan miskin adalah orang yang hidup susah dan tidak punya apa-apa. Umar bin Khaththab dan para sahabat Rasulullah saw adalah mereka yang hidup zuhud, bukan miskin. Sebab, kalau mereka mau, istana Persia sudah berada dalam genggaman. Kekuasaan Islam saat itu sudah melebarkan sayapnya ke segenap penjuru dengan segala kemewahannya.

Itu juga yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz. Khalifah Bani Umayyah ini hidup zuhud dan bukan miskin. Kalau mau, Umar bin Abdul Aziz bisa mendapatkan segala kemewahan yang ia inginkan. Saat itu, ia menjabat khalifah.

Para pejabat dituntut supaya bisa membedakan mana haknya dan mana hak rakyat. Hudzaifah Ibnul Yaman pernah �menggerutu� karena Umar hanya menyajikan makanan berupa roti kering dan minyak. Padahal saat itu di dapur umum sedang dimasak makan enak. Umar menjawab, �Engkau kupanggil untuk menikmati makananku. Sedangkan yang ada di dapur umum itu bukan milikku, tapi kepunyaan kaum Muslimin.�

Bagi Umar, pejabat negara sama saja dengan rakyat jelata. Mereka harus menjadi teladan bagi rakyatnya, hidup sederhana dan wajar sebagaimana masyarakat kebanyakan. Umat tidak ingin melihat para pejabat negara, baik yang berada di pusat maupun daerah, hidup berfoya-foya sedangkan rakyatnya menderita.

Namun Umar juga tidak menyukai para pejabatnya hidup terlalu sederhana sehingga muncul kesan tidak wajar. Umar pernah menegur salah seorang pejabatnya di Yaman karena mengenakan pakaian mewah dan wewangian berlebihan. Setahun kemudian Gubernur Yaman itu datang dengan pakaian compang-camping. Umar langsung menegurnya, �Aku tidak mengharapmu seperti ini. Demikian juga sebaliknya, aku tidak menyukaimu hidup berlebihan. Aku mengharapkan gubernurku, hidup secara wajar, tidak hidup penuh kenistaan tapi tidak juga bermegah-megahan. Kalian boleh makan, minum, dan mengenakan mewangian. Dalam tugas kalian nanti, kalian akan mengetahui apa yang aku benci.�

Umar memberikan keteladanan luar biasa kepada para pejabat bagaimana menghadapi kemewahan dunia. Para pejabat harus mampu hidup moderat, pertengahan. Ia hidup tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan.

Sikap hidup seperti ini perlu dilakukan karena pejabat adalah cermin bagi rakyatnya. Diinginkan atau tidak, ia akan menjadi sorotan pubik. Kalau kehidupan para pejabatnya foya-foya, akan muncul dua kemungkinan: ia akan dibenci rakyatnya atau rakyat akan mengikuti sikap hidupnya. Keduanya sama-sama tidak baik.

Sebaliknya, jika para pejabat hidup ternista, akan muncul juga dua kemungkinan: rakyat akan menghinakannya atau mengikutinya hidup ternista. Keduanya tidak ada yang baik. Maka, sikap hidup moderat dan sewajarnya adalah pilhan tepat.

Pada haji terakhir yang dia laksanakan sebelum wafat, Umar mengajarkan kita sebuah doa: Allahumma laa tuktsir lii minad dunya fa athgha, wa laa tuqlil lii minha fa ansaa (Ya Allah, janganlah engkau perbanyak bagiku duniaku sehingga membuatku melampaui batas. Tapi jangan juga Engkau persedikit duniaku sehingga membuatku lupa).

Sumber : http://sabiliku.com/pejabat-moderat/
(Tulisan ini dimuat di Majalah Sabiliku Bangkit Edisi Perdana/TH 01/Sya�ban 1435 H/Juni 2014 M )

Wednesday, 4 March 2015

Belajar dari Kisah "Para Perampok Profesional"

Kisah Berikut Hanya Fiktif, namun sarat hikmah. Sewaktu perampokan di Guangzhou, China, perampok bank berteriak kesemua orang di bank:

"Jangan Bergerak. Uang ini Milik Negara, Hidupmu milikmu."
Semua orang di bank menunduk dengan tenang.
Ini yang disebut "Konsep Merubah Pikiran"
Merubah cara berpikir yang konvensional.

perampokan, (ilustrasi)

Ketika seorang wanita berbaring di meja secara profokatif,
perampok berteriak padanya "Beradablah, Ini perampokan, bukan pemerkosaan!"
Ini yang disebut "Professional" fokus hanya kepada apa yang kamu dilatih untuk..

Ketika Perampok kembali kerumah,
perampok yang lebih muda (lulusan s2) berkata kepada perampok yang tua (lulusan sd):
"Bang, ayo kita hitung berapa yang kita dapat."
Perampok yang lebih tua bilang "Bego banget lo. Duitnya banyak gitu lama pasti ngitungnya.
Malem ini lihat aja di TV bakal bilang berapa yang kita rampok dari bank!"
Ini yang disebut "Pengalaman." Sekarang pengalaman lebih penting dari gelar..!

Setelah perampok pergi, manajer bank bilang pada supervisor bank untuk menelpon polisi secepatnya. Tetapi supervisor berkata: "Tunggu! Ayo kita ambil $10juta dollar dari bank untuk kita dan tambahkan ke $70juta dollar yang sudah diambil dari bank".

Ini yang disebut "Sambil Berenang Minum Air." Merubah keadaan tak baik menjadi keuntungan anda!

Supervisor berkata: " Akan sangat bagus bila ada perampokan setiap bulan."
Ini yang disebut "Membunuh Kebosanan" Kebahagiaan personal lebih penting dari pekerjaan anda.

Keesokan harinya, Berita TV melaporkan bahwa $100juta telah dicuri dari bank.
Perampok menghitung dan menghitung, tetapi mereka hanya dapat $20juta dollar.
Perampok sangat marah dan komplain "Kita meresikokan hidup kita dan hanya dapat $20juta dollar.
Pekerja Bank mengambil $80juta dollar dengan santai.
Sepertinya mendingan menjadi teredukasi daripada perampok!"

Ini yang disebut "Pengetahuan bernilai lebih banyak dari emas" Manajer bank tersenyum dan bahagia karena kekalahan di main saham dapat di bayarkan oleh perampokan yang terjadi. Ini yang disebut "Mengambil kesempatan." Berani mengambil resiko!
Jadi siapakah pencuri Sejati dan lebih professional disini?

Diambil dari sebuah fanpage di facebook dengan kutipan "Sumber : spotlite (Trans 7)"
gambar hanya ilustrasi.

gambar dari : http://blog.nola.com/kenner/2008/03/Bankrobbery_1.jpg

Friday, 10 October 2014

Belajar Syukur Dari Penjual Tape


Belajar Syukur Dari Penjual Tape

Kisah Ustadz Cahyadi Takariawan tentang Penjual Tape yang luar biasa.

Saya pernah punya sahabat di Yogyakarta, seorang kakek tua penjual tape singkong keliling dengan sepeda kayuh.

Hampir setiap hari ia lewat di depan rumah kontrakan saya ketika masih hidup mengontrak di Kota Jogja sekitar tahun 2002 � 2005. Bahkan kakek tua ini sering berhenti berlama-lama di depan rumah kontrakan, sampai saya keluar dan membeli tapenya.

Saking seringnya bertemu, akhirnya kami menjadi sahabat. Pantasnya ia menjadi bapak saya, melihat usianya. Sampai saya sering mengunjungi rumahnya yang sangat sederhana di daerah Sleman.

Menilik kondisi rumahnya, penampilan dan usahanya, tampak kalau ia hidup dalam berbagai bentuk kesulitan. Rumahnya berdinding anyaman bambu, dengan genting kuno yang kecil ukurannya, serta lantai dari tanah tanpa ada tembok semen sama sekali.

Jika musim hujan, selalu tiris, air masuk ke dalam rumahnya, dan membuat lantai rumahnya ditumbuhi rumput karena kerap tersiram air hujan.

Di rumahnya tidak ada motor. Hanya ada satu sepeda kayuh yang ia gunakan untuk jualan tape keliling Kota Jogja.

Yang sangat mengagumkan bagi saya, ia lebih sering bercerita tentang kebahagiaan hidupnya sebagai penjual tape. Bukan bercerita tentang kegetiran hidup yang dialami.

Mungkin karena kegetiran itu sudah dirasakan setiap hari, maka menjadi tidak berasa lagi baginya. Yang lebih ia rasakan adalah kegembiraan, maka itu yang selalu diceritakan.

Ia selalu antusias menceritakan kegembiraan yang dirasakan ketika ada �orang-orang penting� membeli tape singkongnya, bahkan selalu mengulang cerita tentang seorang dokter yang berlangganan membeli tapenya.

Contoh kegembiraanya seperti ini.

�Yang membeli tape saya itu orangnya bermobil. Mobil mereka bagus-bagus�, cerita sang kakek dengan wajah berbinar-binar saking bahagianya.

Saya bayangkan, mereka yang punya mobil belum tentu sebahagia kakek itu. Namun kakek yang tidak punya mobil, justru merasakan kebahagiaan yang tidak didapatkan oleh para pemilik mobil.

Begitulah cara ia menikmati hidup. Barangkali ia ingin berpesan, hidup itu terlalu indah untuk dikesali. Nikmati saja semua problematika dalam kehidupan, agar kita selalu bahagia walau penuh dengan keterbatasan.

Kisah diambil dari status di fanpage Ustadz Cahyadi Takariawan, Yogyakarta
https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan

gambar tape hanya ilustrasi, dari http://jejecreated.blogspot.com/

Monday, 14 July 2014

Suspended Coffees























Suspended Coffees

Saya memasuki sebuah kedai kopi kecil bersama seorang teman dan memesan kopi. Ketika kami sedang
menuju ke meja ada dua orang yang datang kemudian mereka pergi ke counter: "Kami pesan lima kopi, dua untuk kami dan tiganya "ditangguhkan (suspended)". Mereka membayar pesanan mereka, mengambil hanya dua gelas saja kemudian pergi.

Saya bertanya kepada teman saya: "Apa itu " kopi ditangguhkan (suspended coffees)"?" Teman saya berkata: "Tunggu dan kamu akan lihat."

Beberapa orang lagi masuk. Dua gadis memesan masing-masing satu kopi, membayar dan pergi. Pesanan berikutnya adalah tujuh kopi yang dipesan oleh tiga orang pengacara - tiga untuk mereka dan empat 'ditangguhkan".

Terus terang saya masih bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan transaksi -kopi ditangguhkan- tadi. Sementara saya menikmati cuaca cerah dan pemandangan yang indah ke arah alun-alun di depan kafe, tiba-tiba seorang pria berpakaian lusuh yang tampak seperti seorang pengemis masuk melalui pintu dan bertanya dengan sopan kepada pelayan �apakah Anda memiliki �kopi ditangguhkan�? �.

Ini sederhana - seseorang membayar di muka pesanan kopinya kemudian diniatkan untuk membantu orang yang tidak mampu membeli minuman hangat. Tradisi kopi ditangguhkan ini dimulai di Naples, dan sekarang telah menyebar ke seluruh dunia bahkan di beberapa tempat Anda dapat memesan tidak hanya kopi ditangguhkan, tetapi juga sandwich atau makanan.

Alangkah indahnya, bila pemilik kedai kopi atau toko di setiap kota melakukan hal ini sehingga mereka yang kurang beruntung dapat menemukan harapan dan dukungan. Jika Anda adalah pemilik bisnis coba tawarkan hal ini kepada konsumen Anda�, kami yakin banyak diantara mereka yang mendukung dan menyukainya.

�Berilah makan yang lapar, kunjungi yang sakit dan bebaskanlah budak� (HR. Bukhori).

sumber : fanpage waqaf quran
https://www.facebook.com/wakafalquran/photos/a.158361440841287.39458.156103917733706/836169289727162/?type=1&fref=nf

Tuesday, 24 June 2014

Tamu Yang Mencerdaskan

Siang ini seperti biasa saya berada di kantor. Sedikit bercerita, saya adalah staff magang di pusat informasi dan humas Universitas Airlangga. Masih sama dengan hari lain, tugas kami disini salah satunya adalah menerima tamu. 

Tepat pukul 11 siang, pintu kantor diketuk. Saya dan staff lain mempersilakan tamu ini untuk masuk dan duduk. sebelum sempat kami selesai mempersilakan duduk, si Tamu bertanya, "Pak, Bu, ini bener kampus C Unair Mulyorejo?". 

Dengan ramah kami meng-iyakan. Namun sekali lagi beliau bertanya pertanyaan serupa. Dengan heran kami kembali meng-iyakan. Namun terkejutnya kami ketika si Tamu berteriak girang, "horeee!! saya lulus!". Lalu si Tamu bercerita bahwa dia adalah siswa SLB, usianya 34 tahun namun kemampuan otaknya setara dengan anak usia 13 tahun. 

Namanya Aput, dia dari Wonosari, Yogjakarta. Tujuannya kesini adalah untuk ujian. Ujian? Awalnya kami heran. Namun ternyata Aput sedang menjalankan ujian pencarian alamat. Bayangkan dengan kapasitas otaknya yang setara 13 tahun, ia menuju Surabaya, kota sebesar ini sendirian (ingat, dia dari Yogjakarta, 10 jam dari Surabaya). Ia hafal benar ia harus naik bus Eka sampai Bungur Asih dan 2 kali naik angkutan umum untuk sampai ke Kampus kami. Belum selesai disana, ketika kami menawarkan minum, ia menolak dengan alasan ia dilarang untuk meminta minta. Keukeuhnya prinsip tidak meminta minta ini sampai memaksa kami mencari alasan lain agar ia menerima air minum itu (ia tampak sangat lelah dan kehausan). Kami berdalih bahwa air minum itu adalah hadiah karena dia sudah lulus ujian (bisa menemukan alamat adalah ukuran kelulusannya).

Disela perbincangan kami ia bercerita bahwa di sekolahnya ia belajar baca tulis, ketrampilan, dan agama. Ia menyebutkan ada dua agama disana yang pertama adalah agama Allahuakbar (red. Islam) dan pak Yesus (red. Kristen/Katolik). kebetulan ia beragama Allahuakbar tuturnya. 

Lama berbincang, ia teringat bahwa hari ini adalah hari Jumat. Ia membacakan (dia hafal, tanpa teks) surat Al-Jumu'ah bagi kami. Suaranya merdu dan bacaaannya benar, dia juga hafal dengan baik. Saya dan rekan kerja saya sampai luluh dan menangis. Dia juga memberi tahu kami bahwa ada aturan yang harus ditaati selama ujian ini. Pertama adalah boleh bertanya, namun tidak boleh diantar. Kedua adalah tidak boleh naik kendaraan yang bersifat mengantar seperti taxi dan becak. Ketiga, tidak boleh meminta - minta. dan masih banyak aturan lain yang mengoyak nurani saya. Saya jadi berfikir, sudahkah kita memiliki moral sebaik tamu Tuna Grahita ini? Bahkan dia mencari tempat sampah untuk membuang sampahnya. Sedangkan kita? Ada satu celetukan polos yang ia tanyakan pada kami. Ia bertanya, berapa banyak ayam yang harus dijual untuk pergi ke Mekah? Untuk ke Surabaya saja ia harus menjual ayam 3 ekor. Ia ingin ke mekah karena sudah bisa mengaji.

Dari tamu ini saya belajar banyak tentang makna hidup, kejujuran, bagaimana berjuang dan terus memotivasi diri sendiri. Dia berkata bahwa dia dilarang bersedih. "Kata pak Guru aku ngga boleh sedih, kalo sedih nanti bodo lagi", ucapnya polos. Dari sini, masih bisa sombongkah kita bahwa mahasiswa adalah makhluk paling pintar dan paling baik moralnya? Mari belajar dari sekitar, termasuk dia :)

- sebagaimana ditulis oleh Intan Putri Purnama Ningrum di note fb nya - 
https://www.facebook.com/notes/intan-putri-purnama-ningrum/tamu-yang-mencerdaskan/725384040833096 

Wednesday, 16 April 2014

Jangan Berhenti Berdoa

Kisah nyata, terjadi di Pakistan. Seorang Dr Ahli Bedah terkenal (Dr. Ishan)
tergesa-gesa menuju airport. Beliau berencana akan menghadiri Seminar Dunia dalam bidang
kedokteran, yang akan membahas penemuan terbesarnya di bidang kedokteran.
Setelah perjalanan pesawat sekitar 1 jam, tiba-tiba diumumkan bahwa pesawat mengalami
gangguan dan harus mendarat di airport terdekat.

Beliau mendatangi ruangan penerangan dan berkata: Saya ini dokter special, tiap menit nyawa manusia bergantung ke saya, dan sekarang kalian meminta saya menunggu pesawat diperbaiki dalam 16 jam? Pegawai menjawab: Wahai dokter, jika anda terburu-buru anda bisa menyewa mobil, tujuanmanda tidak jauh lagi dari sini, kira-kira dengan mobil 3 jam tiba.

Dr. Ishan setuju dengan usul pegawai tersebut dan menyewa mobil. Baru berjalan 5 menit, tiba-tiba cuaca mendung, disusul dengan hujan besar disertai petir yang mengakibatkan jarak pandang sangat pendek.

Setelah berlalu hampir 2 jam, mereka tersadar mereka tersesat dan terasa kelelahan. Terlihat sebuah rumah kecil tidak jauh dari hadapannya, dihampirilah rumah tersebut dan mengetuk pintunya. 

Terdengar suara seorang wanita tua: Silahkan masuk, siapa ya?

Terbukalah pintunya. Dia masuk dan meminta kepada ibu tersebut untuk istirahat duduk dan mau meminjam telponnya. 
Ibu itu tersenyum dan berkata: "Telpon apa Nak? Apa anda tidak sadar ada dimana? Disini tidak ada listrik, apalagi telepon. Namun demikian, masuklah silahkan duduk saja dulu istirahat, sebentar saya buatkan teh dan sedikit makanan utk menyegarkan dan mengembalikan kekuatan anda."

Dr. Ishan mengucapkan terima kasih kepada ibu itu, lalu memakan hidangan. Sementara
ibu itu sholat dan berdoa serta perlahan-lahan mendekati seorang anak kecil yang
terbaring tak bergerak diatas kasur disisi ibu tersebut, dan dia terlihat gelisah diantara tiap
sholat. Ibu tersebut melanjutkan sholatnya dengan do'a yang panjang.

Dokter mendatanginya dan berkata: Demi Allah, anda telah membuat saya kagum dengan keramahan anda dan kemuliaan akhlak anda, semoga Allah menjawab do'a-do'a anda.

Berkata ibu itu: Nak, anda ini adalah ibnu sabil yang sudah diwasiatkan Allah untuk dibantu. Sedangkan do'a-do'a saya sudah dijawab Allah semuanya, kecuali satu. Bertanya Dr. Ishan: Apa itu do'anya? Ibu itu berkata: Anak ini adalah cucu saya, dia yatim piatu. Dia menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter-dokter yang ada disini. Mereka berkata kepada saya ada seorang dokter ahli bedah yang akan mampu menyembuhkannya; katanya namanya Dr. Ishan, akan tetapi dia tinggal jauh dari sini, yang tidak memungkinkan saya membawa anak ini ke sana, dan saya khawatir terjadi apa-apa di jalan. Makanya saya berdo'a kepada Allah agar memudahkannya.

Menangislah Dr. Ishan dan berkata sambil terisak: Allahu Akbar, Laa haula wala quwwata illa billah. Demi Allah, sungguh do'a ibu telah membuat pesawat rusak dan harus diperbaiki lama serta membuat hujan petir dan menyesatkan kami, Hanya untuk mengantarkan saya ke ibu secara cepat dan tepat. Saya lah Dr. Ishan Bu, sungguh Allah swt telah menciptakan sebab seperti ini kepada hambaNya yang mu-min dengan do'a. Ini adalah perintah Allah kepada saya untuk mengobati anak ini.

Kesimpulan: Jangan pernah berhenti berdo'a sampai Allah menjawabnya.

dari status seorang teman di facebook.
Videos