Kisah ini ditulis oleh Ustadz Hepi Andi Bastoni, dan dimuat di Majalah Sabiliku Bangkit, edisi perdana (Juni 2014). Kisah tentang bagaimana selayaknya pemimpin meletakkan gemerlap dunia di tangannya.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah sedang berada di sebuah wilayah daerah Antokia bersama pasukan perangnya. Sahabat kepercayaan Rasulullah saw ini bersyukur karena tempat itu begitu nyaman dan menyenangkan bagi pasukannya untuk beristirahat. Selain udaranya yang sejuk, tempat itu pun ditumbuhi pepohonan rindang. Suasana itu membuat pasukannya betah berlama-lama beristirahat di tempat tersebut. Sebagian mereka merebahkan tubuhnya, menikmati semilir angin yang berhembus.
Melihat kondisi itu, Abu Ubaidah bin al-Jarrah tiba-tiba merasa gelisah. Sesuai rencana ia memang ditempatkan di daerah subur itu oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Di satu sisi ia bersyukur dengan kondisi alamnya yang demikian nyaman. Namun di sisi lain, ia tak mau terlena. Ia takut tergelincir dalam kemewahan hidup dan melalaikannya dari perjuangan. Abu Ubaidah bermaksud menebangi pohon-pohon di daerah itu. Sepucuk surat ia layangkan ke Khalifah Umar bin Khaththab di Madinah.
Surat itu pun segera dibalas oleh Umar seraya berkata, �Allah tidak mengharamkan semua yang baik bagi orang-orang yang bertakwa dan berbuat kebajikan. Bacalah surah al-Mukminun ayat 51 yang berbunyi, �Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.�
Umar lalu melanjutkan nasihatnya, �Seharusnya Anda memberikan kesempatan kepada pasukan untuk beristirahat di daerah yang sejuk serta memberi makan yang cukup agar mereka terbebas dari kecapekan karena memerangi kaum kafir.�
Kisah yang disajikan ulang oleh Abbas Mahmud al-Aqqad dalam Abqariyatu Umar-nya ini menampakkan sisi lain dari kezuhudan Umar bin Khaththab. Kalau dalam banyak riwayat kita menjumpai anjuran Umar agar kaum Muslimin hidup sederhana dan �menghindari� kehidupan mewah, maka pada kisah ini kita menemukan sisi berbeda. Umar memerintahkan agar Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan pasukannya menikmati keindahan alam Antokia yang begitu menyenangkan.
Ini tentu saja bukan sikap tidak konsisten Umar. Pada kisah ini, Umar tidak berbuat untuk dirinya tapi buat orang lain. Lagi pula, apa yang dianjurkan Umar merupakan hal yang amat wajar dan dibenarkan syariat. Adapun terhadap hal yang menyimpang, Umar sangat tegas.
Pada kesempatan lain, sebagian kaum Muslimin banyak yang melaksanakan shalat di bawah Pohon Ridhwan. Yaitu, tempat dimana Rasulullah saw dan para sahabatnya melaksanakan Baitur Ridhwan. Melihat hal itu, Umar segera memerintahkan untuk menebang pohon tersebut meski sebagian sahabat Nabi saw lainnya tidak setuju. Umar sangat khawatir, kalau hal itu dibiarkan bisa membawa perilaku syirik.
Ini fragmen kisah yang berbeda. Umar benar-benar mengetahui perbedaan keduanya dan bagaimana mengatasinya. Sikap ini penting diteladani khususnya oleh para pejabat. Mereka harus bisa membedakan, mana yang halal dan haram. Mana zuhud dan mana miskin.
Umar amat membenci kemiskinan tapi pada saat yang sama dia begitu zuhud. Pada saat bersamaan, ia juga mempersilakan orang lain untuk menikmati kesenangan sewajarnya.
Terdapat perbedaan yang jauh antara sikap hidup zuhud dengan miskin. Allah dan Rasul-Nya amat membenci hidup miskin, tapi menganjurkan hidup zuhud. Orang-orang yang hidup zuhud adalah mereka yang secara wajar mampu menikmati kemewahan, tapi ia menghindar. Ia tidak mau mengambil kenikmatan itu dan hanya menikmati yang sedikit saja. Sekadarnya. Tidak berlebihan.
Sedangkan miskin adalah orang yang hidup susah dan tidak punya apa-apa. Umar bin Khaththab dan para sahabat Rasulullah saw adalah mereka yang hidup zuhud, bukan miskin. Sebab, kalau mereka mau, istana Persia sudah berada dalam genggaman. Kekuasaan Islam saat itu sudah melebarkan sayapnya ke segenap penjuru dengan segala kemewahannya.
Itu juga yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz. Khalifah Bani Umayyah ini hidup zuhud dan bukan miskin. Kalau mau, Umar bin Abdul Aziz bisa mendapatkan segala kemewahan yang ia inginkan. Saat itu, ia menjabat khalifah.
Para pejabat dituntut supaya bisa membedakan mana haknya dan mana hak rakyat. Hudzaifah Ibnul Yaman pernah �menggerutu� karena Umar hanya menyajikan makanan berupa roti kering dan minyak. Padahal saat itu di dapur umum sedang dimasak makan enak. Umar menjawab, �Engkau kupanggil untuk menikmati makananku. Sedangkan yang ada di dapur umum itu bukan milikku, tapi kepunyaan kaum Muslimin.�
Bagi Umar, pejabat negara sama saja dengan rakyat jelata. Mereka harus menjadi teladan bagi rakyatnya, hidup sederhana dan wajar sebagaimana masyarakat kebanyakan. Umat tidak ingin melihat para pejabat negara, baik yang berada di pusat maupun daerah, hidup berfoya-foya sedangkan rakyatnya menderita.
Namun Umar juga tidak menyukai para pejabatnya hidup terlalu sederhana sehingga muncul kesan tidak wajar. Umar pernah menegur salah seorang pejabatnya di Yaman karena mengenakan pakaian mewah dan wewangian berlebihan. Setahun kemudian Gubernur Yaman itu datang dengan pakaian compang-camping. Umar langsung menegurnya, �Aku tidak mengharapmu seperti ini. Demikian juga sebaliknya, aku tidak menyukaimu hidup berlebihan. Aku mengharapkan gubernurku, hidup secara wajar, tidak hidup penuh kenistaan tapi tidak juga bermegah-megahan. Kalian boleh makan, minum, dan mengenakan mewangian. Dalam tugas kalian nanti, kalian akan mengetahui apa yang aku benci.�
Umar memberikan keteladanan luar biasa kepada para pejabat bagaimana menghadapi kemewahan dunia. Para pejabat harus mampu hidup moderat, pertengahan. Ia hidup tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan.
Sikap hidup seperti ini perlu dilakukan karena pejabat adalah cermin bagi rakyatnya. Diinginkan atau tidak, ia akan menjadi sorotan pubik. Kalau kehidupan para pejabatnya foya-foya, akan muncul dua kemungkinan: ia akan dibenci rakyatnya atau rakyat akan mengikuti sikap hidupnya. Keduanya sama-sama tidak baik.
Sebaliknya, jika para pejabat hidup ternista, akan muncul juga dua kemungkinan: rakyat akan menghinakannya atau mengikutinya hidup ternista. Keduanya tidak ada yang baik. Maka, sikap hidup moderat dan sewajarnya adalah pilhan tepat.
Pada haji terakhir yang dia laksanakan sebelum wafat, Umar mengajarkan kita sebuah doa: Allahumma laa tuktsir lii minad dunya fa athgha, wa laa tuqlil lii minha fa ansaa (Ya Allah, janganlah engkau perbanyak bagiku duniaku sehingga membuatku melampaui batas. Tapi jangan juga Engkau persedikit duniaku sehingga membuatku lupa).
Sumber : http://sabiliku.com/pejabat-moderat/
(Tulisan ini dimuat di Majalah Sabiliku Bangkit Edisi Perdana/TH 01/Sya�ban 1435 H/Juni 2014 M )
Friday, 13 March 2015
Wednesday, 4 March 2015
Belajar dari Kisah "Para Perampok Profesional"
By
JMG
09:01
kisah inspirasi, kisah inspirasi dan motivasi, kisah perampokan, perampok profesionalper
Kisah Berikut Hanya Fiktif, namun sarat hikmah. Sewaktu perampokan di Guangzhou, China, perampok bank berteriak kesemua orang di bank:
"Jangan Bergerak. Uang ini Milik Negara, Hidupmu milikmu."
Semua orang di bank menunduk dengan tenang.
Ini yang disebut "Konsep Merubah Pikiran"
Merubah cara berpikir yang konvensional.
Ketika seorang wanita berbaring di meja secara profokatif,
perampok berteriak padanya "Beradablah, Ini perampokan, bukan pemerkosaan!"
Ini yang disebut "Professional" fokus hanya kepada apa yang kamu dilatih untuk..
Ketika Perampok kembali kerumah,
perampok yang lebih muda (lulusan s2) berkata kepada perampok yang tua (lulusan sd):
"Bang, ayo kita hitung berapa yang kita dapat."
Perampok yang lebih tua bilang "Bego banget lo. Duitnya banyak gitu lama pasti ngitungnya.
Malem ini lihat aja di TV bakal bilang berapa yang kita rampok dari bank!"
Ini yang disebut "Pengalaman." Sekarang pengalaman lebih penting dari gelar..!
Setelah perampok pergi, manajer bank bilang pada supervisor bank untuk menelpon polisi secepatnya. Tetapi supervisor berkata: "Tunggu! Ayo kita ambil $10juta dollar dari bank untuk kita dan tambahkan ke $70juta dollar yang sudah diambil dari bank".
Ini yang disebut "Sambil Berenang Minum Air." Merubah keadaan tak baik menjadi keuntungan anda!
Supervisor berkata: " Akan sangat bagus bila ada perampokan setiap bulan."
Ini yang disebut "Membunuh Kebosanan" Kebahagiaan personal lebih penting dari pekerjaan anda.
Keesokan harinya, Berita TV melaporkan bahwa $100juta telah dicuri dari bank.
Perampok menghitung dan menghitung, tetapi mereka hanya dapat $20juta dollar.
Perampok sangat marah dan komplain "Kita meresikokan hidup kita dan hanya dapat $20juta dollar.
Pekerja Bank mengambil $80juta dollar dengan santai.
Sepertinya mendingan menjadi teredukasi daripada perampok!"
Ini yang disebut "Pengetahuan bernilai lebih banyak dari emas" Manajer bank tersenyum dan bahagia karena kekalahan di main saham dapat di bayarkan oleh perampokan yang terjadi. Ini yang disebut "Mengambil kesempatan." Berani mengambil resiko!
Jadi siapakah pencuri Sejati dan lebih professional disini?
Diambil dari sebuah fanpage di facebook dengan kutipan "Sumber : spotlite (Trans 7)"
gambar hanya ilustrasi.
gambar dari : http://blog.nola.com/kenner/2008/03/Bankrobbery_1.jpg
"Jangan Bergerak. Uang ini Milik Negara, Hidupmu milikmu."
Semua orang di bank menunduk dengan tenang.
Ini yang disebut "Konsep Merubah Pikiran"
Merubah cara berpikir yang konvensional.
![]() |
perampokan, (ilustrasi) |
Ketika seorang wanita berbaring di meja secara profokatif,
perampok berteriak padanya "Beradablah, Ini perampokan, bukan pemerkosaan!"
Ini yang disebut "Professional" fokus hanya kepada apa yang kamu dilatih untuk..
Ketika Perampok kembali kerumah,
perampok yang lebih muda (lulusan s2) berkata kepada perampok yang tua (lulusan sd):
"Bang, ayo kita hitung berapa yang kita dapat."
Perampok yang lebih tua bilang "Bego banget lo. Duitnya banyak gitu lama pasti ngitungnya.
Malem ini lihat aja di TV bakal bilang berapa yang kita rampok dari bank!"
Ini yang disebut "Pengalaman." Sekarang pengalaman lebih penting dari gelar..!
Setelah perampok pergi, manajer bank bilang pada supervisor bank untuk menelpon polisi secepatnya. Tetapi supervisor berkata: "Tunggu! Ayo kita ambil $10juta dollar dari bank untuk kita dan tambahkan ke $70juta dollar yang sudah diambil dari bank".
Ini yang disebut "Sambil Berenang Minum Air." Merubah keadaan tak baik menjadi keuntungan anda!
Supervisor berkata: " Akan sangat bagus bila ada perampokan setiap bulan."
Ini yang disebut "Membunuh Kebosanan" Kebahagiaan personal lebih penting dari pekerjaan anda.
Keesokan harinya, Berita TV melaporkan bahwa $100juta telah dicuri dari bank.
Perampok menghitung dan menghitung, tetapi mereka hanya dapat $20juta dollar.
Perampok sangat marah dan komplain "Kita meresikokan hidup kita dan hanya dapat $20juta dollar.
Pekerja Bank mengambil $80juta dollar dengan santai.
Sepertinya mendingan menjadi teredukasi daripada perampok!"
Ini yang disebut "Pengetahuan bernilai lebih banyak dari emas" Manajer bank tersenyum dan bahagia karena kekalahan di main saham dapat di bayarkan oleh perampokan yang terjadi. Ini yang disebut "Mengambil kesempatan." Berani mengambil resiko!
Jadi siapakah pencuri Sejati dan lebih professional disini?
Diambil dari sebuah fanpage di facebook dengan kutipan "Sumber : spotlite (Trans 7)"
gambar hanya ilustrasi.
gambar dari : http://blog.nola.com/kenner/2008/03/Bankrobbery_1.jpg